Laman

11/04/09

Marzuki Darusman Usul Golkar Pasangkan SBY-Akbar

Jakarta - Tidak ada pilihan yang paling bagus bagi Partai Golkar saat ini selain berkoalisi dengan Partai Demokrat (PD). Bila duet SBY-JK tak memungkinkan lagi, Golkar diusulkan memasangkan SBY dengan Akbar Tandjung.

"Saya kira sebagai partai nasional maka yang ideal Golkar melanjutkan kerjasama dengan PD. Dan representasi partai dalam hal ini adalah Akbar Tandjung mewakili partai bersanding dengan SBY," kata anggota DPR FPG Marzuki Darusman dalam perbincangan dengan detikcom, Sabtu (11/4/2009).

Jakarta - Tidak ada pilihan yang paling bagus bagi Partai Golkar saat ini selain berkoalisi dengan Partai Demokrat (PD). Bila duet SBY-JK tak memungkinkan lagi, Golkar diusulkan memasangkan SBY dengan Akbar Tandjung.

"Saya kira sebagai partai nasional maka yang ideal Golkar melanjutkan kerjasama dengan PD. Dan representasi partai dalam hal ini adalah Akbar Tandjung mewakili partai bersanding dengan SBY," kata anggota DPR FPG Marzuki Darusman dalam perbincangan dengan detikcom, Sabtu (11/4/2009).

Mengapa Akbar Tandjung? Marzuki mengatakan, pendahulu JK selaku ketua Umum Golkar itu masih merupakan tokoh yang disegani kader maupun jajaran pengurus pusat dan DPD-DPD Golkar. Dalam penjaringan bakal capres Golkar beberapa waktu yang lalu, Akbar berada di urutan kedua setelah JK dan di atas 5 kader lainnya seperti Agung Laksono dan Aburizal Bakrie.

Menurut Marzuki, pertama-tama duet SBY-Akbar haruslah dilihat sebagai kerjasama antara dua partai, sebab itulah yang akan menentukan mayoritas kerja di parlemen. Kedua, memadukan Akbar dengan SBY bukan hal yang sulit. Akbar merupakan negarawan gaek yang telah memenuhi syarat minimal untuk menjadi aset bagi pasangan SBY.

"Saya sudah sampaikan ke Pak Akbar, tapi baru usulan pribadi kepada Akbar. Dia sedang mempertimbangkan untuk secara serius. Tapi kepada Golkar belum," jelas Marzuki.

Mengenai sejumlah survei yang menunjukkan duet SBY-JK masih lebih unggul, bagi mantan Jaksa Agung itu tak jadi soal. Dalam berbagai polling, SBY-Akbar bahkan lebih tinggi dibanding SBY-JK.

"Jadi bagi kita enggak ada masalah, karena siapa pun yang berpasangan dengan SBY akan terangkat. Tapi karena musibah yang dialami Partai Golkar kemarin, agak galau bagi kita untuk melihat JK sebagai representasi dari partai. Kita enggak merasakan kita mewakilkan siapa nanti, karena tanggung jawab untuk partai pun tidak terpenuhi oleh JK," tukas Marzuki.

Lagi pula, lanjut Marzuki, ide untuk memasangkan JK dengan SBY kini sudah tidak berlalu lagi. Sebab JK sudah memutuskan untuk maju sebagai calon presiden menantang SBY.

"Saya usul seperti ini ada resistensi di DPP. Tapi ini kan pikiran perorangan. Ya, kita kan masih bebas untuk membicarakan apapun," pungkas Marzuki.

Akbar Tandjung saat dikontak detikcom Jumat kemarin menyatakan bahwa dia siap menjadi cawapres. "Saya siap untuk memberikan pengabdian kepada bangsa, bilamana memang ada dukungan, ada panggilan," ujar dia. ( irw / nrl )

Deadline Pelanggaran Pemilu Diterima Panwas Hari ini

Jakarta - Pengaduan pelanggaran pemilu pada hari H ke Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) paling lambat dilakukan hari ini. Hal ini merujuk pada UU Pemilu yang mengatakan pelanggaran harus dilaporkan 3 hari setelah kejadian.

"Kepada masyarakat yang ingin mengadukan pelanggaran pada hari H pemilu ke Panwaslu, hari ini terakhir," ujar anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Wahidah Suaib, kepada detikcom, Sabtu (11/4/2009).

Menurut Wahidah, dalam UU 10/2008 tentang Pemilu, jika pengaduan pelanggaran pemilu tidak dilakukan 3 hari setelah hari H pemilu, maka kasus akan kadaluwarsa dan tidak bisa diproses.

Jakarta - Pengaduan pelanggaran pemilu pada hari H ke Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) paling lambat dilakukan hari ini. Hal ini merujuk pada UU Pemilu yang mengatakan pelanggaran harus dilaporkan 3 hari setelah kejadian.

"Kepada masyarakat yang ingin mengadukan pelanggaran pada hari H pemilu ke Panwaslu, hari ini terakhir," ujar anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Wahidah Suaib, kepada detikcom, Sabtu (11/4/2009).

Menurut Wahidah, dalam UU 10/2008 tentang Pemilu, jika pengaduan pelanggaran pemilu tidak dilakukan 3 hari setelah hari H pemilu, maka kasus akan kadaluwarsa dan tidak bisa diproses.

"Karena itu masyarakat yang ingin mengadu diminta secepatnya supaya tidak kadaluwarsa," tandasnya.

Sebelumnya, Bawaslu menemukan sedikitnya 17 pelanggaran dalam pelaksanaan pemungutan suara pada 9 April lalu. Salah satunya, ada Tempat Pemungutan Suara (TPS) fiktif di wilayah Papua.

Jadi Wapres SBY atau 'Pulang Kampung'

Jakarta - Angka perolehan Golkar diprediksi hanya memperoleh 14 hingga 15 persen. Perolehan ini tentunya menurun drastis dari angka perolehan pada tahun 2004. Bagaimanakah nasib pencapresan Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla (JK) pasca partai beringin tumbang? Pilihannya hanya ada dua, jadi pendamping SBY atau pulang kampung.

Informasi yang beredar di lingkar dalam JK, kemungkinan untuk berduet dengan SBY kian kuat. Terlebih sejumlah petinggi Golkar yang hadir di Rumah Slipi 2, Jl Mangunsarkoro, Menteng, menunjukkan sinyalemen agar Golkar kembali menjalin koalisi dengan Demokrat. Rumah Slipi 2 adalah tempat di mana JK mengkoordinasi semua kegiatan partainya pasca pemilu legislatif.

Jauh-jauh hari, sejumlah elit Golkar seperti Muladi, Firman Subagyo, Rully Chairul Azwar dan Theo Sambuaga memang mengisyaratkan agar JK berduet denga SBY.

"Ke depan, saya pribadi cenderung dengan melihat kenyataan seperti ini lebih tepat Golkar dan Demokrat koalisi kembali," harap Ketua DPP Golkar Bidang Perhubungan, Telekomunikasi dan Informasi, Theo L Sambuaga.

Jakarta - Angka perolehan Golkar diprediksi hanya memperoleh 14 hingga 15 persen. Perolehan ini tentunya menurun drastis dari angka perolehan pada tahun 2004. Bagaimanakah nasib pencapresan Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla (JK) pasca partai beringin tumbang? Pilihannya hanya ada dua, jadi pendamping SBY atau pulang kampung.

Informasi yang beredar di lingkar dalam JK, kemungkinan untuk berduet dengan SBY kian kuat. Terlebih sejumlah petinggi Golkar yang hadir di Rumah Slipi 2, Jl Mangunsarkoro, Menteng, menunjukkan sinyalemen agar Golkar kembali menjalin koalisi dengan Demokrat. Rumah Slipi 2 adalah tempat di mana JK mengkoordinasi semua kegiatan partainya pasca pemilu legislatif.

Jauh-jauh hari, sejumlah elit Golkar seperti Muladi, Firman Subagyo, Rully Chairul Azwar dan Theo Sambuaga memang mengisyaratkan agar JK berduet denga SBY.

"Ke depan, saya pribadi cenderung dengan melihat kenyataan seperti ini lebih tepat Golkar dan Demokrat koalisi kembali," harap Ketua DPP Golkar Bidang Perhubungan, Telekomunikasi dan Informasi, Theo L Sambuaga.

Bukan hanya elit Golkar saja, namun di lingkar keluarga JK, dukungan untuk duet SBY-JK pun lebih kuat. Tingkat keterpilihan pasangan SBY-JK dianggap masih menggungguli tokoh-tokoh lainnya. "Kenapa Demokrat bisa mencapai angka 20 persen, karena ketokohan SBY. Ini berarti tingkat keterpilihan SBY masih tinggi. Apalagi jika kembali berduet dengan JK," ujar sumber detikcom yang enggan disebut namanya.

Menurut sumber itu, untuk meneruskan niat menjadi capres rasanya sulit ditempuh oleh JK. Untuk berkoalisi dengan sejumlah partai seperti PDIP, dan partai-partai menengah lainnya lebih menguras waktu dan tenaga.

"Rasanya sulit dengan PDIP karena Golkar tidak akan pernah mau jadi partai oposisi. Selain itu, ongkos politik untuk memulai koalisi yang baru terlalu tinggi," katanya.

Jika JK mampu membawa gerbong Golkarnya dalam duet dengan SBY, kekuatan di parlemen pun kian kuat. Terlebih jika partai-partai menengah seperti PKS dan PKB ikut di dalamnya.

"Rasanya yang paling rill adalah berduet dengan SBY. Kalau tidak berduet dengan SBY, kemungkinan akan pulang kampung lagi jadi pengusaha. Karena meskipun nyapres, kemungkinan untuk mengalahkan SBY di pilpres kecil," ungkapnya.

09/04/09

Roy Suryo: Panwaslu Kampanye Hitam

Roy Suryo membantah tudingan adanya kampanye dalam iklan melalui poster di Yogyakarta. Menurutnya pemanggilan dirinya oleh Panwaslu sangatlah kekanak-kanakan. Untuk itu ia merasa tidak perlu hadir memenuhi panggilan tersebut.

Roy Suryo membantah tudingan adanya kampanye dalam iklan melalui poster di Yogyakarta. Menurutnya pemanggilan dirinya oleh Panwaslu sangatlah kekanak-kanakan. Untuk itu ia merasa tidak perlu hadir memenuhi panggilan tersebut.


“Poster itu dibuat September tahun 2007, sebelum ada Undang-undang Pemilu No 10/2008 dan sebelum Undang-undang KPU No 19/2008,” kata caleg nomor urut 1 daerah pemilihan Daerah Istimewa Yogyakarta dari Partai Demokrat ini, kepada INILAH.COM, Senin (24/11) malam.

Menurut Roy pemanggilan dirinya oleh Panwaslu sangatlah lucu. Sehingga, dengan sejumlah alasan, ia menolak datang. Atas ketidakhadirannya itu, Roy mengaku telah mengirimkan pernyataan secara tertulis.

Di antara alasan penolakannya, karena surat pemanggilan itu dinilainya sangat mendadak, padahal ia memiliki jadwal lain dalam waktu bersamaan. Apalagi, keterangan yang disampaikan Balai Monitoring (Balmot) pada 19 November sudah cukup menjelaskan semua.

Roy bahkan menyarankan agar Panwaslu belajar lagi soal hukum dan tidak mengada-ada. Sebab, dalam surat pemanggilan, ia juga mempermasalahkan kesalahan penulisan nama dan gelar oleh Panwaslu.

“Saya mengerti hukum. Saya merasa nama dan gelar yang ditulis itu salah dan bukan saya. Itu pelecehan buat saya. Dari itu saja alasan saya cukup untuk tidak datang,” paparnya.



Dalam poster yag dipermasalahkan tersebut, lanjutnya tidak tercantum ciri-ciri pesan kampanye, seperti penyebutan nama partai, visi, dan misi. Bahkan namanya pun tidak ada. Menurut Roy itu poster itu murni kontrak dirinya dengan Balmot.“Kontrak itu masih sampai nanti tahun 2009,” imbuh Roy.

Roy menuding justru Panwaslu-lah yang melakukan kampanye hitam, walaupun ia tidak ingin menyebutkan siapa pihak yang berada di belakangnya. “Saya tidak mau menuduh. Kemungkinan bisa saja saya melaporkan Panwaslu dengan tuduhan pencemaran nama baik,” ujar Roy.
Mengenai kapan Roy akan mengajukan laporannya itu, ia mengaku tidak ingin buru-buru. “Saya taat hukum, kita lihat dulu bagaimana mereka (Panwaslu) merespon surat saya. Klarifikasi dari Balmot tempo hari saya rasa sudah cukup sama dengan keterangan saya, bahwa kontrak itu ada sejak September 2007, itu jelas,” pungkas Roy.

Kualitas Caleg Muda Meragukan

SURABAYA - Pemilihan Umum Legislatif menjadi ajang politikus muda untuk bertarung.Puluhan calon legislatif (caleg) yang ratarata berumur antara 30 hingga 40 tahun menghiasi bursa calon legislatif yang dipilih secara langsung ini.

SURABAYA - Pemilihan Umum Legislatif menjadi ajang politikus muda untuk bertarung.Puluhan calon legislatif (caleg) yang ratarata berumur antara 30 hingga 40 tahun menghiasi bursa calon legislatif yang dipilih secara langsung ini.

Sayangnya, kemunculan caleg muda ini diperkirakan tidak akan membawa perubahan apapun terhadap situasi politik dan ekonomi di Jatim. Analis Politik Unair Airlangga Pribadi menyatakan, salah satu ukuran kualitas dari caleg muda adalah kemampuannya menguji APBD. Dari sini akan diketahui cara pandang, juga cara pengelolaan mereka terhadap APBD.

Kemampuan inilah yang menjadi kelemahan politikus muda tersebut. ”Sejauh ini belum ada caleg muda yang melakukan uji APBD. Bahkan saat ini belum ada komitmen-komitmen politik dari caleg tersebut untuk memperbaiki kondisi rakyat,”ujarnya kemarin. Kondisi ini diperparah dengan masih cukup kuatnya hubungan antara caleg muda ini dengan elit politik terdahulu.

Caleg muda hanya menjadi 'perpanjangan tangan' dari elit yang sebelumnya sudah lama berkiprah. ”Mereka telah melakukan transaksi denganelitpolitiklainatautokoh birokrasi dengan kesepakatan jika nanti terpilih,”imbuhnya.

Hal senada juga diungkapkan analis politik Suko Widodo. Dia juga meragukan kualitas caleg muda ini, alasanya mereka minim pengalaman berpolitik dalam lingkup yang luas.”Latar belakangnya kan banyak berasal dari organisasi kampus, organisasi masyarakat dan juga LSM,” terangnya.

PKI=PKS...?

Oleh:Muhammad Amin
(Mahasiswa Tinggal di Amsterdam Asal Indonesia)

Banyak kalangan yang khawatir dengan gejala fundamentalisme. Alasanya sederhana, fundamentalisme mengancam perinsip hidup bersama: dimana ruang-ruang akses, ekspresi dan kemugkinan pemanfaatnya terbagi secara merata di antara berbagai individu maupun kelompok sosial dan kultur.

Oleh:Muhammad Amin
(Mahasiswa Tinggal di Amsterdam Asal Indonesia)

Banyak kalangan yang khawatir dengan gejala fundamentalisme. Alasanya sederhana, fundamentalisme mengancam perinsip hidup bersama: dimana ruang-ruang akses, ekspresi dan kemugkinan pemanfaatnya terbagi secara merata di antara berbagai individu maupun kelompok sosial dan kultur.

Kondisi seperti di atas merupakan fenomena Indonesia kontemporer. Banyak kalangan yang meyakini dan mempercayai Islam sebagai jawaban final atas semuannya, sehingga mereka berpandangan bahwa negara wajib untuk menginstitusinalkan syariah. Perspektif sempit tersebut telah memunculkan fenomena revivalisme Islam atau biasa disebut kelompok fundamentalisme Islam.

Gelombang fundamentalisme Islam yang diwujudkan dalam hadirnya partai-partai berlandaskan Islam mengalami peningkatan. Pada pemilu 1999 tercatat 86 kursi dari Partai yang berideologi Islam, dan 2004 naik menjadi 127 kursi. Sedang terjadi stagnasi/ merosot PAN menyusut suaranya dari 7,12 % pemilu 1999, menjadi 6,44 % pada pemilu 2004. Sedang PKB 12,61% merosot hanya mendapat 10,57%.

Kondisi ini merupakan pengulangan, namun sekali lagi, hadir dalam bentuk yang berbeda. Sebagai cerminan sederhana, marilah kita bandingkan antara Partai Komunis Indonesia (PKI), salah satu partai kuat dan idola di zaman Sukarno dan Partai Keadilan Sejahtra (PKS), sebuah partai “the new-rising star” di Zaman SBY. Pada pemilu tahun 1999 PKS dapat meraih suara 1,4 persen suara. Lalu pada pemilu tahun 2004, PKS merupakan partai yang paling berhasil dalam mendulang suara, dengan mengalami kenaikan mencapai 7,3 persen. Perolehan ini berhasil menempatkan 45 kursi wakilnya di senayan.

Namun demikian, banyak di antara kelompok fundamentalis tersebut kini seringkali melakukan propaganda pada masyarakat atas bahaya komunisme, sebagai komponen dari masyarakat yang akan menghanguskan bangsa Indonesia. Komuniasme dikampanyakean sebagai barang yang “haram” dan musti dimusnahkan. Peristiwa Penyerbuan Papernas, banyaknya sepanduk anti komunisme merupakan fakta yang tidak bisa ditolak.
***

Harus diakui, kehadiran PKS telah merubah peta politik Indonesia. Organisasi Masyarakat seperti NU dan Muhammadiyah resah, dan mengerutu. Banyak massa mereka yang menyebrang, tidak lagi memilik PKB atau PAN. Sedangkan PKI merupakan partai urutan nomor lima pada pemilu 1955, namun bila kita cermati, ada sisi menarik kesamaannya, terlepas dari berbagai perbedaan yang tentu juga banyak di antara keduanya.

Pertama baik PKS maupun PKI hadir saat tepat dunia sedang gersang “suwung”; PKI, di saat masyarakat desa yang butuh kemakmuran, sedang PKS lebih pada masyarakat kota yang sedang “kosong”, “krisis kepercayaan” dan butuh ketrentaman hidup, dan personaliti yang meyakinkan. PKI menjawabnya dengan propaganda masyarakat adil ala sosialis, sedang PKS menjanjikan masyarakat yang bersih, sesuai dengan aturan-aturan ajaran agama Islam.

Kedua PKI digerakkan oleh orang yang berpikir rasional (ala marxis), demikian pula dengan PKS umumnya mengehendaki “rasionalisasi” dalam agama—dalam pengertian bebas dari syirik, mistik, khurafat. Maksudnya elite PKI merupakan orang-orang yang “melek buku” dan cenderung berpikiran lebih modern, sekalipun massanya berada lebih banyak di kalangan masyarakat bawah. Demikian pula dengan PKS, penggerak utama dan kader inti mereka umunya adalah orang-orang yang “well-educated”, lulusan universitas-universitas di dalam negeri ataupun di dalam negeri.

Ketiga baik PKI maupun PKS memilik massa yang solid dan militan. Namun jika PKS lebih di wilayah perkotaan, sedang PKI umumnya di pedesaan di mana para petani biasa berdiam. Keempat “everyday is campaingn” tampaknya menjadi siasat yang sama dalam PKI maupun PKS. Ini terbukti bagaimana kedua partai tersebut dalam melakukan “promosi” partai mereka bukan hanya saat/menjelang pemilu saja. Dalam aktivitas keseharian, dan berbagai moment PKS merupakan partai yang getol turun ke jalan, atau turun ke lapangan—seperti bakti sosial saat bencana alam, dan lainnya. Ini juga dilakukan oleh PKI di zaman Sukarno.
Kelima baik PKI maupun PKS sama-sama menerapkan sistem sel dalam proses kaderisasi massanya. Sebagaimana dikatakan presiden PKS, Tiffatul Sembiring, Partai yang dipimpinya memiliki 8,3 juta konstituent dan 500 ribu kader yang aktif tersebar di seluruh nusantara (Burhanuddin, Indopos/9/706). Keenam antara PKI dan PKS menempuh jalan prosedural dan akomodatif, memasang pengaruh dan kekuatan di mana-mana. PKI yang bergandengan dengan Sukarno, tebar jala diberbagai lini dan seterusnya. Sama halnya dengan PKS yang akomodatif terhadap pemerintahan SBY, ikut pemilu secara fair dan memasang orang di mana-mana.

Ketujuh orang-orang PKS umumnya adalah orang yang sangat kuat memegang ideologi. Mereka adalah sekelompok orang yang merasa prihatin akan situasi bangsa ini agar menjadi lebih baik, mereka juga mempunyai emphai atas orang-orang miskin. Demikian pula dengan PKI.
Kedelapan mewujudkan cita-cita masyarakat imajiner merupakan impian PKI maupun PKS. PKI dengan keadilan distributif ala sosialisme, sedang PKS masyarakat Islam. Kesembilan, antara PKI dan PKS adalah partai yang memiliki jaringan atau ikatan ideologi di tingkatan internasional. PKI dengan Unisoviet, Cina dan negara-negara komunis. Sedang PKS mempunyai ikatan, atau minimal semangat yang sama dengan beberapa negara Islam di timur tengah.
Kesepuluh dalam bebarapa hal kecil baik PKI maupun PKS juga memiliki kesamaan dalam memantapkan perjuangan mereka. Jika PKI sering menggunakan jargon “revolusi” “perjuangan proletar” “camerade” maka PKS juga mempunyai jargon-jargon seperti “jihad” “dakwah”, “ikhwan” dan identitas, “partai proletar” atau “partai dakwah” dan seterusnya.
Kesebelas baik PKI maupun PKS sama-sama partai dengan basis ideologi yang mejadi objek kritikan dan bertentangan dengan mereka yang menghendaki kebebasan dan demokrasi liberal. Karena memang, dalam altar sejarah, tipe organisasi sepereti PKI dan PKS baik dari segi ideologi dan sikap dalam kehidupan bernegara seringkali bersebarangan dengan nilai-nilai demokrasi dan cenderung menghendaki masyarakat yang seragam.

Tentu saja masih terdapat persamaan-persamaan yang lain di antara kedua partai ini. Terlebih lagi hal-hal yang bersifat teknik dan pengelolaan organisasi kepartaian. Selain itu juga terdapat persamaan yang sifatnya sangat paradigmatik, sebagai contoh baik PKI maupun PKS percaya akan misi Universalisme. Komunisme yang menjadi basis ideologi PKI merupakan gagasan yang lahir di rahim Univeraslime pencerahan, yang mempercayai kebenaran tunggal yang musti dikampayekan dan diperjuangkan dalam masyarakat. Ini dapat ditelusuri pada gagasan-gagasan Marx yang mempostulatkan determinasi ekonomi sebagai pusat segala lika-liku fenomena kehidupan manusia di bumi ini.

Demikian pula dengan PKS yang memegang teguh agama sebagai keyakinan (addin) yang musti diwujudkan dalam pemerintahan (daulah). Memang agama di sini, digunakan untuk melawan Universalisme ala Barat/pencerahan. Namun apa yang dikerjakan adalah repetisi regimentasi kebenaran dengan menawarkan universalismenya sendiri. Yakni agama sebagai titik pijak segala kehidupan yang mutlak, berlaku melintasi ruang dan waktu. Yang lantas kebenaran tersebut musti ditegakkan, hingga kuasa manusia di bumi berjalin erat dengan pemilik kuasa planet Saturnus atau Yupiter. Dan tentu saja yang bukan bagian dari mereka, adalah "the others" yang harus disadarkan. Pola paradigama seperti ini jelas mengancam kebebasan individu, dan pluralitas yang tidak bisa ditolak kehadirannya.

Di samping persamaan-persamaan yang ada. Sudah barang tentu, terdapat pula berderet perbedaan-perbedaan di antara kedua partai ini baik dari segi konteks sosial maupun konteks zaman yang sedang dihadapi. Sekalipun begitu, apa yang dipaparkan di sini—persamaan-persamaan keduanya—merupakan usaha melihat bagaimana keduanya mempunyai peran yang signifikan dalam pergulatan Indonesia.
Terlepas dari itu semua, terdapat kesamaan lain yang itu mungkin tidak penting tetapi juga menarik. Kegairahan PKI maupun PKS dalam konstelasi politik di Indonesia, mempunyai inspirator yang hampir mirip wajahnya dan sama-sama berjenggot lebat: Karl Marx dan Hasan al-Bana.


34 Parpol Peserta Pemilu 2009

Komisi Pemilihan Umum (KPU), di Jakarta, Senin mengumumkan peserta Pemilihan Umum 2009 yakni 34 partai politik. Ke-34 partai politik peserta pemilu terdiri dari 16 partai yang telah memenuhi syarat pasal 315 dan 316 huruf d, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang pemilu. Serta 18 partai baru yang lolos verifikasi faktual.

Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary mengumumkan parpol yang lolos verifikasi faktual sekitar pukul 22.35 WIB.


Komisi Pemilihan Umum (KPU), di Jakarta, Senin mengumumkan peserta Pemilihan Umum 2009 yakni 34 partai politik. Ke-34 partai politik peserta pemilu terdiri dari 16 partai yang telah memenuhi syarat pasal 315 dan 316 huruf d, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang pemilu. Serta 18 partai baru yang lolos verifikasi faktual.

Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary mengumumkan parpol yang lolos verifikasi faktual sekitar pukul 22.35 WIB.

Didampingi anggota KPU lainnya, Hafiz mengatakan partai yang dinyatakan lolos verifikasi faktual dari 35 partai politik baru adalah partai yang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan yakni perihal kepengurusan, domisili, pemenuhan 30 persen kepengurusan perempuan di tingkat DPP, dan dukungan.

"Berdasarkan penelitian KPU pusat, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota, partai politik yang memenuhi syarat ditetapkan sebagai peserta pemilu," katanya saat membacakan berita acara.

Ke-16 partai politik peserta pemilu yang memenuhi syarat pasal 315 dan 316 huruf d, UU 10/2008 (disusun berdasarkan abjad) yakni:
1. Partai Amanat Nasional.
2. Partai Bintang Reformasi.
3. Partai Bulan Bintang.
4. Partai Demokrasi Indonesia.
5. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
6. Partai Demokrasi Kebangsaan.
7. Partai Demokrat.
8. Partai Golkar.
9. Partai Karya Perjuangan Bangsa.
10. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia.
11. Partai Keadilan Sejahtera.
12. Partai Kebangkitan Bangsa.
13. Partai Nasional Indonesia Marhaenisme.
14. Partai Pelopor.
15. Partai Penegak Demokrasi Indonesia.
16. Partai Persatuan Pembangunan.

Sedangkan 18 partai baru yang lolos verifikasi faktual dan ditetapkan sebagai peserta pemilu (susunan sesuai abjad):
1. Partai Barisan Nasional.
2. Partai Demokrasi Pembaruan.
3. Partai Gerakan Indonesia Raya.
4. Partai Hati Nurani Rakyat.
5. Partai Indonesia Sejahtera.
6. Partai Karya Perjuangan.
7. Partai Kasih Demokrasi Indonesia.
8. Partai Kebangkitan Nasional Ulama.
9. Partai Partai Kedaulatan.
10. Partai Matahari Bangsa.
11. Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia.
12. Partai Patriot.
13. Partai Peduli Rakyat Nasional.
14. Partai Pemuda Indonesia.
15. Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia.
16. Partai Perjuangan Indonesia Baru.
17. Partai Persatuan Daerah.
18. Partai Republik Nusantara.(*)



Sumber : Antara

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More